Wednesday, July 17, 2019

Kata Ibu (1)



“nak”
Aku berlarian riang menujunya dan meninggalkan semua mainan yang sudah menjadi bagian hidupku, teman masa kecilku. Rambutku yang bergoyang-goyang lucu di kepang 2 presisi di kiri dan kanan, pipiku yang tembam dan bersemu merah sudah persis seperti tomat yang sudah ranum. Bergoyang-goyang searah dengan naik turunnya badanku saat berlari menuju kearah ibu.
“ibu sudah pulang ?” tanyaku penuh riang saat menuju kearah ibu
“bagaimana harimu nak ? apakah hari ini menyenangkan ?”
“hari ini aku mendapatkan teman baru ibu, namanya andi. Kata ibu guru saat menjelaskan didepan kelas bahwa andi berasal dari tempat yang jauh, rumahnya dulu sebelum pindah berada di pulau yang berbeda dari tempat kita ini”
“apakah dia berbeda denganmu nak ?”
Saat itu aku belum benar-benar faham tentang perihal apa yang aku rasakan. Gejolak aneh itu tidak pernah tuntas aku artikan. Tanpa sadar saat itu aku selalu tertarik menceritakan tentang andi pada ibu setiap dia pulang kerja. Dua bulan lebih setelah kedatangan andi aku tak habis-habisnya menceritakan tentang andi pada ibu. Mulai dari matanya yang lebih kecil daripada teman-temanku yang lain, pertama kali aku berfikir mungkin dia alergi terhadap cahaya. Jadi setiap terkena cahaya dia selalu memicingkan matanya. Warna kulitnya yang lebih putih daripada anak lain, saat itu dengan polosnya kupikir dia adalah anak yang menderita penyakit albino. Logat dan cara bicaranya juga lucu dan aneh, seperti tukang sate di film yang kulihat di serial televisi. Dia menggunakan bahasa yang sama seperti yang kugunakan, tetapi karena logat dan cara penyampaiannya yang berbeda, dia seperti menggunakan bahasa lain yang sulit dikenali.
Aku lupa saat itu malam keberapa, namun aku masih tak henti-hentinya menceritakan tentang andi. Hari ini aku bercerita tentang cara bicaranya. Daripada disebut seperti tukang sate dia lebih mirip seperti alien di film minggu pagi. Aku sampai memberikannya julukan “alien lucu” pada andi. Alien murujuk pada cara bicaranya yang aneh dan lucu karena apa yang dikatakan menjadi lucu karena logatnya yang aneh itu serta kulit tubuhnya yang lebih terlihat seperti orang albino. Entah kenapa hari itu ibu berbeda seperti biasanya, kupikir ibu hanya lelah. Setelah aku bercerita dengan riang ibu berbicara lebih banyak daripada biasanya. Ibu mengatakan banyak hal yang saat itu tidak bisa aku fahami. Ibu bercerita tentang masa mudanya serta hal-hal lain yang baru kudengar dari ibu saat itu. Ibu bercerita tentang cinta dan persahabatan. Cinta bisa membesar teramat sangat besar seperti spoon yang dituangkan air, begitu misterius seperti palung-palung laut yang belum diketahui oleh umat manusia, serta dapat menjelma menjadi banyak hal seperti maui dengan kail saktinya. Dari banyak jelmaan cinta yang ada, salah satu hal yang paling meyakitkan dari penjelmaan cinta adalah persahabatan, cinta yang menjelma menjadi persahabatan sangat menyakitkan untuk salah satu pihak yang masih memendam perasaannya terlalu dalam. Setelah pembicaraan itu ada 2 hal yang membuatku berfikir sangat dalam. Yang pertama pastinya karena kenapa dari banyak hari, ibu bercerita hal ini pada hari ini. Yang kedua lebih karena kebingunganku kenapa ibu mengatakan begitu banyak hal yang tak kupahami, apa yang sebenarnya ibu harapkan, aku baru kelas 2 SMP saat ibu mengatakan semua hal yang membingungkan itu.
Lambat laun aku mulai melupakan hal itu. Waktu berjalan sangat cepat dan tanpa terasa aku sudah berada di penghujung tahun ke 3 ku bersekolah. Kesibukan menimbun habis ingatan tentang hal itu, mulai dari ujian praktek, unas, belajar bersama dan, banyak hal lain yang menjadikanku sangat sibuk menyiapkan masuk ke SMA yang ingin kutuju.
Dipenghujung kesibukan itu akhirnya masuk di tahap akhir yakni mendaftar ke sma terfavorit di kotaku. Bukan tanpa alasan aku mendaftar kesana. Aku termasuk anak yang pintar disekolahku jadi seharusnya tidak sulit masuk kesana, dan sekolah tersebut adalah sekolah paling dekat dengan tempatku tinggal. Dulu di sela-sela kesibukanku ibu pernah berpesan untuk masuk kesana karena dekatnya dengan rumah dan harapan ibu cukup besar padaku mengingat aku adalah anak satu-satunya yang menjadi kebanggaan dan harapannya nanti. Makhlum ayah sudah pergi jadi kamu hanya tinggal berdua dan karena sering tidak ada kesibukan setelah ibu pulang bekerja maka kami semakin sering berbicara bahkan sampai aku kelas 3 smp. Banyak sekali syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memasuki sma helios, aku sampai kewalahan menyiapkannya, namun ibu di sela lelahnya sepulang bekerja sebisa mungkin membantuku. Dengan semua kesusahan yang ada akhirnya aku diterima masuk dengan predikat siswa terbaik. Tak heran mengingat semasa smp aku mendapatkan gelar juara olimpiade matematika setingkat provinsi.
Kejutan justru datang bukan karena aku diterima dan ditempatkan di kelas favorit, kejutan justru datang karena aku sekelas lagi dengan si “alien lucu”. Kebetulan yang menyenangkan pikirku. Aku tidak terlalu memperhatikan, ternyata andi juga cukup pintar dari dulu dan oleh karena itu akhirnya kami berdua menjadi tujuan teman-teman dikelas untuk bertanya berbagai macam mata pelajaran dikelas. Namun ada perbedaan yang sangat signifikan pada diri kami. Tidak seperti diriku yang sangat membenci sastra dan seni karena sangat tidak baku dan terus berubah-ubah, andi malah lebih menyukai kedua mata pelajaran itu. Kami jadi paket lengkap dimana aku yang kuat dibidang ilmu pasti dan andi di bidang ilmu yang menurutku tidak pasti dan berubah-ubah. Karena hal itu akhirnya aku memutuskan untuk menyarankan belajar kelompok, untuk teman-temanku agar menambah pengetahuannya dan untukku sendiri agar aku tidak terlalu tertinggal dibidang yang tidak kusukai. Setidaknya alasan itu yang terfikirkan saat itu, aku harus menjadi lebih baik dan mulai memahami hal selain yang kusukai. Menyenangkan bisa bersama teman-teman diluar jam sekolah.
Fakta kecil yang baru kuketahui setelah hampir setengah tahun kami sma adalah bahwa andi memengkan lomba puisi dan sajak setingkat nasional di saat aku mengikuti olimpiade ku. Andi yang sangat pendiam dan tidak terlalu suka melakukan pembicaraan yang tidak penting ternyata pembuat sajak yang ulung. Pantas saja banyak wanita yang mendambakannya. Aku mengetahui itu saat salah satu temanku menjelaskannya karena dia juga menjadi salah satu kandidat kuat saat itu. Andi tak juga berubah dari kebiasaannya, hanya menoleh dan menganggap itu bukanlah hal yang penting. Aku berfikir kenapa bisa teman-temanku sangat memujanya dengan sifatnya yang sangat buruk itu. Tidak, aku tidak cemburu. Itu hanya bentuk ketidaksukaanku padanya di sisi sifatnya yang sangat dingin. Namun karena aku membutuhkannya aku tetap terlihat sering bersamanya, ditambah lagi dia pindah ke perumahanku setelah 3 bulan masuk sma. Katanya mereka masih menumpang di rumah saudara selama ini dan ayahnya berfikir mereka akan tinggal lama disini, jadi tidak masalah untuk membeli rumah sederhana disini. Setidaknya sampai selesai pendidikan andi disini baru mungkin mereka akan pindah lagi. Karena rumah kami dekat kami lebih sering bertemu dan entah kenapa ibu cukup akrab dengan ibunya andi. Jadi ibu menyarankan kami untuk berteman baik. Karena itu pulalah kami jadi dianggap berpacaran oleh teman-teman disekolah. Aku tidak terlalu memperdulikan rumor bodoh itu, andipun sepertinya begitu. Tapi aku tidak benar-benar yakin karena dalam keadaan apapun dia selalu seperti itu. Ekpresinya sangat susah ditebak. Aku menganggap andi hanyalah sahabatku, walaupun harus kuakui dia sangat menjengkelkan tapi dia adalah teman yang baik dan gelar sahabat menurutku sangat cocok untuknya.
Hari ini hujan, setiap hari hujan, 3 bulan ini hujan, setiap sore hujan, menjemput janji musim hujannya. Selalu tepat dan tidak pernah lelah menjemput janjinya. Janji yang memuakkan dan terus menerus berulang. Maklum bulan-bulan ini adalah akhir musim penghujan, jadi sangat maklum saat debit air hujan sedang deras-derasnya, dan udara sedang dingin-dinginnya. Sial !! pikirku, aku mengeluarkan seluruh isi tasku saat bel akhir pelajaran berbunyi dan aku tidak menemukan payung yang selalu kubawa. Aku baru ingat bahwa aku kemarin terlalu terburu-buru untuk mengerjakan tugas sekolahku saat sampai kerumah dan tanpa sadar lupa memasukkan payung yang kubiarkan diteras rumah agar air yang mengenainya jatuh dan payung itu bisa kulipat kembali. Betapa cerobohnya aku, aku jadi ingat dimana dulu aku juga lupa membawa tugas akhir pelajaran seni di smpku dihari terakhir pengumpulan tugasnya, untung saja waktu itu ada andi yang bisa dengan sigap membuatkanku tugas akhir yang ala kadarnya untuk sekedar membuatku mendapatkan nilai rata-rata. Menurutku itu sudah cukup karena mengingat aku tidak terlalu suka pelajaran seni. Namun hari ini bahkan punggung andi sudah tidak bisa kutemukan saat teman-teman sekelasku meninggalkan ruangan kelas, siapa yang akan membantuku.
Akhirnya aku berjalan dengan penuh amarah pada diriku sendiri tentang bagaimana aku bisa begitu teledor dalam menyiapkan kebutuhanku sendiri. Aku berjalan dengan cepat sampai mencapai pos satpam didepan sekolahku dengan harapan ada orang rumah yang sadar bahwa aku lupa membawa payung dan menjemputku. Nihil, tidak ada orang disana. Akhirnya aku diam dengan penuh penyesalan. IYA, bagaimana aku bisa lupa aku membawa handphone, kenapa tidak mengabari orang rumah saja, akhirnya itu hanya menjadi penyesalan keduaku dihari itu saat mengetahui baterai handphone ku habis. Kemarin karena terlalu bersemangat mengerjakan tugas matematika dari sekolah aku langsung tertidur setelah selesai dan lupa mengisi baterai handphone ku. Akhirnya aku hanya bisa melihat beberapa temanku dari kelas yang lain yang sepertinya baru selesai jam pelajarannya menyapaku sambil berjalan berlalu menggunakan payung, aku hanya menanggapinya dengan senyum tipis, terlalu marah untuk sekedar mengajak berbicara dan menumpang payung untuk pulang. Dalam kegundahan hati mengamati langit yang sepertinya sangat gelap dan pekat ada seseorang yang berjalan menghampiri pos satpam, kupikir mungkin ada perlu dengan pak pardi satpam sekolahku. Jadi, aku menghiraukannya sampai orang dalam payung besar itu menyapa
“kok belum pulang put ?”
“Kak reno ?”
Kejutan yang menyenangkan menemukan kak reno disaat seperti ini. Kak reno adalah seniorku di sekolah yang ikut menyiapkan masa pengenalan siswa baru saat aku masuk kesini. Saat itu, kak reno menjadi perwakilan panitia menjadi pembimbing dikelasku. Dia cukup tampan jadi banyak teman kelasku yang menyukainya.
“iya kak, aku lupa bawa payung dan juga lupa mengisi baterai handphoneku. Akhirnya aku berakhir disini, menunggu hujan reda”
“Dari awan yang begitu gelap dan pekat, hujan mungkin akan terus turun sampai 2 jam atau bahkan lebih. Tampias air akan membuatmu jatuh sakit, sebaiknya kau pulang bersamaku. Payungku cukup besar untuk kita berdua, tapi itupun kalau kamu mau”
Penjelasan kak reno saat itu cukup masuk akal dan itu juga yang menjadi ketakutan terbesarku saat aku menatap langit, bisa gawat saat aku terlalu banyak terkena tampias air dan tak kunjung bisa pulang kerumah
“apakah tidak merepotkan kak ?”
“tentu tidak. Ayo bergegas, hujannya makin deras”

Setelah kejadian itu akhirnya aku “mengenal” kak reno lebih baik. Wajah yang selama masa pengenalan lingkungan sekolah tidak menjadikan patokan bahwa sifatnya juga seburuk wajah yang ditampilkan saat itu. Entah awalnya bagaimana tapi kami akhirnya lebih sering berkomunikasi. Kak reno sering menanyakan tentang pelajaran-pelajaran yang tidak aku bisa dan selalu menawarkan untuk mengajari saat aku mengatakan tidak bisa. Jadi kadang 2 atau 3 kali dalam seminggu kami selalu bertemu di waktu jam istirahat untuk membicarakan hal yang tidak aku bisa. Tetapi pembicaraan itu tidak akan jauh dari seni karena aku paling tidak bisa pelajaran itu (selain pelajaran bahasa indonesia tentunya) dan entah kebetulan apa kak reno ini sangat mahir dalam pelajaran itu. Aku merasa cocok dengannya karena biasanya dia juga bertanya padaku tentang pelajaran matematikanya setelah di minggu ke 3 hari selasa setelah peristiwa hujan saat itu temanku melihatku bersama kak reno dan menjelaskan dengan melebih-lebihkan bahwa aku pernah menjadi juara kabupaten olimpiade matematika disaat aku masih smp. Saat itu pipiku memerah mendengar temanku ini terlalu melebih-lebihkan, mungkin wajahku sudah seperti tomat yang sedang matang.
Hari-hari selanjutnya berjalan sangat biasa dan monoton. 2 hari sekali dalam seminggu belajar kelompok dirumahku dan di rumah andi bergantian. 3 kali dalam seminggu bertemu kak reno di waktu istirahat dan membicarakan pelajaran serta beberapa karya seni yang dia sukai, terutama masalah gambar abstrak dan sejenisnya. Sebenarnya aku tidak terlalu faham tentang gambar abstrak tapi karena sangat sering dibahas oleh kak reno tanpa sadar aku mulai menyukainya dan akhirya itu menjadi bahan diskusi yang menarik. Intensitas kami berkomunikasi semakin sering sampai merambah media sosial dan setiap ada waktu untuk berbicara akan kami ambil untuk mendiskusikan mulai dari hal-hal yang penting sampai ke hal tidak penting yang mungkin orang lain tidak akan memikirkannya. Pernah suatu waktu kami mendiskusikan tentang berbicara dengan hewan-hewan dan tumbuhan serta berbagai macam makhluk mati, di lain kesempatan kami akan membicarakan tentang sebesar apa luar angkasa dan ada apa saja disana. Bintang gemintang, komet, satelit alami, galaksi dan banyak hal lain yang ada disana. Semakin lama aku semakin dekat dengan kak reno karena banyaknya kesamaan kami yang satu persatu mulai ketahuan karena intensitas kami berbicara yang makin sering. Tapi entah kenapa aku merasa semua kegiatan ini begitu monoton dan terus berulang, walaupun kami tidak pernah membicarakan hal yang sama tapi kegiatan ini terus berulang dan membuat bosan. Satu nasehat lama yang sangat sederhana malah terlupa olehku. Nasehat itu berkata bahwa “hal yang paling ditakuti oleh nelayan bukanlah badai dan air laut yang berkecambuk, laut yang sangat tenang dan cuaca yang baik seringkali menyimpan lebih banyak hal tak terduga didalamnya dan bahaya yang tersimpan sangat rapi”. Aku menyadari hal ini saat hal itu sudah tidak bisa dicegah lagi dan semua usaha sudah terlambat. IBU PERGI

0 comments:

Post a Comment