Wednesday, July 17, 2019

Kata Ibu (1)



“nak”
Aku berlarian riang menujunya dan meninggalkan semua mainan yang sudah menjadi bagian hidupku, teman masa kecilku. Rambutku yang bergoyang-goyang lucu di kepang 2 presisi di kiri dan kanan, pipiku yang tembam dan bersemu merah sudah persis seperti tomat yang sudah ranum. Bergoyang-goyang searah dengan naik turunnya badanku saat berlari menuju kearah ibu.
“ibu sudah pulang ?” tanyaku penuh riang saat menuju kearah ibu
“bagaimana harimu nak ? apakah hari ini menyenangkan ?”
“hari ini aku mendapatkan teman baru ibu, namanya andi. Kata ibu guru saat menjelaskan didepan kelas bahwa andi berasal dari tempat yang jauh, rumahnya dulu sebelum pindah berada di pulau yang berbeda dari tempat kita ini”
“apakah dia berbeda denganmu nak ?”
Saat itu aku belum benar-benar faham tentang perihal apa yang aku rasakan. Gejolak aneh itu tidak pernah tuntas aku artikan. Tanpa sadar saat itu aku selalu tertarik menceritakan tentang andi pada ibu setiap dia pulang kerja. Dua bulan lebih setelah kedatangan andi aku tak habis-habisnya menceritakan tentang andi pada ibu. Mulai dari matanya yang lebih kecil daripada teman-temanku yang lain, pertama kali aku berfikir mungkin dia alergi terhadap cahaya. Jadi setiap terkena cahaya dia selalu memicingkan matanya. Warna kulitnya yang lebih putih daripada anak lain, saat itu dengan polosnya kupikir dia adalah anak yang menderita penyakit albino. Logat dan cara bicaranya juga lucu dan aneh, seperti tukang sate di film yang kulihat di serial televisi. Dia menggunakan bahasa yang sama seperti yang kugunakan, tetapi karena logat dan cara penyampaiannya yang berbeda, dia seperti menggunakan bahasa lain yang sulit dikenali.
Aku lupa saat itu malam keberapa, namun aku masih tak henti-hentinya menceritakan tentang andi. Hari ini aku bercerita tentang cara bicaranya. Daripada disebut seperti tukang sate dia lebih mirip seperti alien di film minggu pagi. Aku sampai memberikannya julukan “alien lucu” pada andi. Alien murujuk pada cara bicaranya yang aneh dan lucu karena apa yang dikatakan menjadi lucu karena logatnya yang aneh itu serta kulit tubuhnya yang lebih terlihat seperti orang albino. Entah kenapa hari itu ibu berbeda seperti biasanya, kupikir ibu hanya lelah. Setelah aku bercerita dengan riang ibu berbicara lebih banyak daripada biasanya. Ibu mengatakan banyak hal yang saat itu tidak bisa aku fahami. Ibu bercerita tentang masa mudanya serta hal-hal lain yang baru kudengar dari ibu saat itu. Ibu bercerita tentang cinta dan persahabatan. Cinta bisa membesar teramat sangat besar seperti spoon yang dituangkan air, begitu misterius seperti palung-palung laut yang belum diketahui oleh umat manusia, serta dapat menjelma menjadi banyak hal seperti maui dengan kail saktinya. Dari banyak jelmaan cinta yang ada, salah satu hal yang paling meyakitkan dari penjelmaan cinta adalah persahabatan, cinta yang menjelma menjadi persahabatan sangat menyakitkan untuk salah satu pihak yang masih memendam perasaannya terlalu dalam. Setelah pembicaraan itu ada 2 hal yang membuatku berfikir sangat dalam. Yang pertama pastinya karena kenapa dari banyak hari, ibu bercerita hal ini pada hari ini. Yang kedua lebih karena kebingunganku kenapa ibu mengatakan begitu banyak hal yang tak kupahami, apa yang sebenarnya ibu harapkan, aku baru kelas 2 SMP saat ibu mengatakan semua hal yang membingungkan itu.
Lambat laun aku mulai melupakan hal itu. Waktu berjalan sangat cepat dan tanpa terasa aku sudah berada di penghujung tahun ke 3 ku bersekolah. Kesibukan menimbun habis ingatan tentang hal itu, mulai dari ujian praktek, unas, belajar bersama dan, banyak hal lain yang menjadikanku sangat sibuk menyiapkan masuk ke SMA yang ingin kutuju.
Dipenghujung kesibukan itu akhirnya masuk di tahap akhir yakni mendaftar ke sma terfavorit di kotaku. Bukan tanpa alasan aku mendaftar kesana. Aku termasuk anak yang pintar disekolahku jadi seharusnya tidak sulit masuk kesana, dan sekolah tersebut adalah sekolah paling dekat dengan tempatku tinggal. Dulu di sela-sela kesibukanku ibu pernah berpesan untuk masuk kesana karena dekatnya dengan rumah dan harapan ibu cukup besar padaku mengingat aku adalah anak satu-satunya yang menjadi kebanggaan dan harapannya nanti. Makhlum ayah sudah pergi jadi kamu hanya tinggal berdua dan karena sering tidak ada kesibukan setelah ibu pulang bekerja maka kami semakin sering berbicara bahkan sampai aku kelas 3 smp. Banyak sekali syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memasuki sma helios, aku sampai kewalahan menyiapkannya, namun ibu di sela lelahnya sepulang bekerja sebisa mungkin membantuku. Dengan semua kesusahan yang ada akhirnya aku diterima masuk dengan predikat siswa terbaik. Tak heran mengingat semasa smp aku mendapatkan gelar juara olimpiade matematika setingkat provinsi.
Kejutan justru datang bukan karena aku diterima dan ditempatkan di kelas favorit, kejutan justru datang karena aku sekelas lagi dengan si “alien lucu”. Kebetulan yang menyenangkan pikirku. Aku tidak terlalu memperhatikan, ternyata andi juga cukup pintar dari dulu dan oleh karena itu akhirnya kami berdua menjadi tujuan teman-teman dikelas untuk bertanya berbagai macam mata pelajaran dikelas. Namun ada perbedaan yang sangat signifikan pada diri kami. Tidak seperti diriku yang sangat membenci sastra dan seni karena sangat tidak baku dan terus berubah-ubah, andi malah lebih menyukai kedua mata pelajaran itu. Kami jadi paket lengkap dimana aku yang kuat dibidang ilmu pasti dan andi di bidang ilmu yang menurutku tidak pasti dan berubah-ubah. Karena hal itu akhirnya aku memutuskan untuk menyarankan belajar kelompok, untuk teman-temanku agar menambah pengetahuannya dan untukku sendiri agar aku tidak terlalu tertinggal dibidang yang tidak kusukai. Setidaknya alasan itu yang terfikirkan saat itu, aku harus menjadi lebih baik dan mulai memahami hal selain yang kusukai. Menyenangkan bisa bersama teman-teman diluar jam sekolah.
Fakta kecil yang baru kuketahui setelah hampir setengah tahun kami sma adalah bahwa andi memengkan lomba puisi dan sajak setingkat nasional di saat aku mengikuti olimpiade ku. Andi yang sangat pendiam dan tidak terlalu suka melakukan pembicaraan yang tidak penting ternyata pembuat sajak yang ulung. Pantas saja banyak wanita yang mendambakannya. Aku mengetahui itu saat salah satu temanku menjelaskannya karena dia juga menjadi salah satu kandidat kuat saat itu. Andi tak juga berubah dari kebiasaannya, hanya menoleh dan menganggap itu bukanlah hal yang penting. Aku berfikir kenapa bisa teman-temanku sangat memujanya dengan sifatnya yang sangat buruk itu. Tidak, aku tidak cemburu. Itu hanya bentuk ketidaksukaanku padanya di sisi sifatnya yang sangat dingin. Namun karena aku membutuhkannya aku tetap terlihat sering bersamanya, ditambah lagi dia pindah ke perumahanku setelah 3 bulan masuk sma. Katanya mereka masih menumpang di rumah saudara selama ini dan ayahnya berfikir mereka akan tinggal lama disini, jadi tidak masalah untuk membeli rumah sederhana disini. Setidaknya sampai selesai pendidikan andi disini baru mungkin mereka akan pindah lagi. Karena rumah kami dekat kami lebih sering bertemu dan entah kenapa ibu cukup akrab dengan ibunya andi. Jadi ibu menyarankan kami untuk berteman baik. Karena itu pulalah kami jadi dianggap berpacaran oleh teman-teman disekolah. Aku tidak terlalu memperdulikan rumor bodoh itu, andipun sepertinya begitu. Tapi aku tidak benar-benar yakin karena dalam keadaan apapun dia selalu seperti itu. Ekpresinya sangat susah ditebak. Aku menganggap andi hanyalah sahabatku, walaupun harus kuakui dia sangat menjengkelkan tapi dia adalah teman yang baik dan gelar sahabat menurutku sangat cocok untuknya.
Hari ini hujan, setiap hari hujan, 3 bulan ini hujan, setiap sore hujan, menjemput janji musim hujannya. Selalu tepat dan tidak pernah lelah menjemput janjinya. Janji yang memuakkan dan terus menerus berulang. Maklum bulan-bulan ini adalah akhir musim penghujan, jadi sangat maklum saat debit air hujan sedang deras-derasnya, dan udara sedang dingin-dinginnya. Sial !! pikirku, aku mengeluarkan seluruh isi tasku saat bel akhir pelajaran berbunyi dan aku tidak menemukan payung yang selalu kubawa. Aku baru ingat bahwa aku kemarin terlalu terburu-buru untuk mengerjakan tugas sekolahku saat sampai kerumah dan tanpa sadar lupa memasukkan payung yang kubiarkan diteras rumah agar air yang mengenainya jatuh dan payung itu bisa kulipat kembali. Betapa cerobohnya aku, aku jadi ingat dimana dulu aku juga lupa membawa tugas akhir pelajaran seni di smpku dihari terakhir pengumpulan tugasnya, untung saja waktu itu ada andi yang bisa dengan sigap membuatkanku tugas akhir yang ala kadarnya untuk sekedar membuatku mendapatkan nilai rata-rata. Menurutku itu sudah cukup karena mengingat aku tidak terlalu suka pelajaran seni. Namun hari ini bahkan punggung andi sudah tidak bisa kutemukan saat teman-teman sekelasku meninggalkan ruangan kelas, siapa yang akan membantuku.
Akhirnya aku berjalan dengan penuh amarah pada diriku sendiri tentang bagaimana aku bisa begitu teledor dalam menyiapkan kebutuhanku sendiri. Aku berjalan dengan cepat sampai mencapai pos satpam didepan sekolahku dengan harapan ada orang rumah yang sadar bahwa aku lupa membawa payung dan menjemputku. Nihil, tidak ada orang disana. Akhirnya aku diam dengan penuh penyesalan. IYA, bagaimana aku bisa lupa aku membawa handphone, kenapa tidak mengabari orang rumah saja, akhirnya itu hanya menjadi penyesalan keduaku dihari itu saat mengetahui baterai handphone ku habis. Kemarin karena terlalu bersemangat mengerjakan tugas matematika dari sekolah aku langsung tertidur setelah selesai dan lupa mengisi baterai handphone ku. Akhirnya aku hanya bisa melihat beberapa temanku dari kelas yang lain yang sepertinya baru selesai jam pelajarannya menyapaku sambil berjalan berlalu menggunakan payung, aku hanya menanggapinya dengan senyum tipis, terlalu marah untuk sekedar mengajak berbicara dan menumpang payung untuk pulang. Dalam kegundahan hati mengamati langit yang sepertinya sangat gelap dan pekat ada seseorang yang berjalan menghampiri pos satpam, kupikir mungkin ada perlu dengan pak pardi satpam sekolahku. Jadi, aku menghiraukannya sampai orang dalam payung besar itu menyapa
“kok belum pulang put ?”
“Kak reno ?”
Kejutan yang menyenangkan menemukan kak reno disaat seperti ini. Kak reno adalah seniorku di sekolah yang ikut menyiapkan masa pengenalan siswa baru saat aku masuk kesini. Saat itu, kak reno menjadi perwakilan panitia menjadi pembimbing dikelasku. Dia cukup tampan jadi banyak teman kelasku yang menyukainya.
“iya kak, aku lupa bawa payung dan juga lupa mengisi baterai handphoneku. Akhirnya aku berakhir disini, menunggu hujan reda”
“Dari awan yang begitu gelap dan pekat, hujan mungkin akan terus turun sampai 2 jam atau bahkan lebih. Tampias air akan membuatmu jatuh sakit, sebaiknya kau pulang bersamaku. Payungku cukup besar untuk kita berdua, tapi itupun kalau kamu mau”
Penjelasan kak reno saat itu cukup masuk akal dan itu juga yang menjadi ketakutan terbesarku saat aku menatap langit, bisa gawat saat aku terlalu banyak terkena tampias air dan tak kunjung bisa pulang kerumah
“apakah tidak merepotkan kak ?”
“tentu tidak. Ayo bergegas, hujannya makin deras”

Setelah kejadian itu akhirnya aku “mengenal” kak reno lebih baik. Wajah yang selama masa pengenalan lingkungan sekolah tidak menjadikan patokan bahwa sifatnya juga seburuk wajah yang ditampilkan saat itu. Entah awalnya bagaimana tapi kami akhirnya lebih sering berkomunikasi. Kak reno sering menanyakan tentang pelajaran-pelajaran yang tidak aku bisa dan selalu menawarkan untuk mengajari saat aku mengatakan tidak bisa. Jadi kadang 2 atau 3 kali dalam seminggu kami selalu bertemu di waktu jam istirahat untuk membicarakan hal yang tidak aku bisa. Tetapi pembicaraan itu tidak akan jauh dari seni karena aku paling tidak bisa pelajaran itu (selain pelajaran bahasa indonesia tentunya) dan entah kebetulan apa kak reno ini sangat mahir dalam pelajaran itu. Aku merasa cocok dengannya karena biasanya dia juga bertanya padaku tentang pelajaran matematikanya setelah di minggu ke 3 hari selasa setelah peristiwa hujan saat itu temanku melihatku bersama kak reno dan menjelaskan dengan melebih-lebihkan bahwa aku pernah menjadi juara kabupaten olimpiade matematika disaat aku masih smp. Saat itu pipiku memerah mendengar temanku ini terlalu melebih-lebihkan, mungkin wajahku sudah seperti tomat yang sedang matang.
Hari-hari selanjutnya berjalan sangat biasa dan monoton. 2 hari sekali dalam seminggu belajar kelompok dirumahku dan di rumah andi bergantian. 3 kali dalam seminggu bertemu kak reno di waktu istirahat dan membicarakan pelajaran serta beberapa karya seni yang dia sukai, terutama masalah gambar abstrak dan sejenisnya. Sebenarnya aku tidak terlalu faham tentang gambar abstrak tapi karena sangat sering dibahas oleh kak reno tanpa sadar aku mulai menyukainya dan akhirya itu menjadi bahan diskusi yang menarik. Intensitas kami berkomunikasi semakin sering sampai merambah media sosial dan setiap ada waktu untuk berbicara akan kami ambil untuk mendiskusikan mulai dari hal-hal yang penting sampai ke hal tidak penting yang mungkin orang lain tidak akan memikirkannya. Pernah suatu waktu kami mendiskusikan tentang berbicara dengan hewan-hewan dan tumbuhan serta berbagai macam makhluk mati, di lain kesempatan kami akan membicarakan tentang sebesar apa luar angkasa dan ada apa saja disana. Bintang gemintang, komet, satelit alami, galaksi dan banyak hal lain yang ada disana. Semakin lama aku semakin dekat dengan kak reno karena banyaknya kesamaan kami yang satu persatu mulai ketahuan karena intensitas kami berbicara yang makin sering. Tapi entah kenapa aku merasa semua kegiatan ini begitu monoton dan terus berulang, walaupun kami tidak pernah membicarakan hal yang sama tapi kegiatan ini terus berulang dan membuat bosan. Satu nasehat lama yang sangat sederhana malah terlupa olehku. Nasehat itu berkata bahwa “hal yang paling ditakuti oleh nelayan bukanlah badai dan air laut yang berkecambuk, laut yang sangat tenang dan cuaca yang baik seringkali menyimpan lebih banyak hal tak terduga didalamnya dan bahaya yang tersimpan sangat rapi”. Aku menyadari hal ini saat hal itu sudah tidak bisa dicegah lagi dan semua usaha sudah terlambat. IBU PERGI

Friday, July 12, 2019

Pengembangan Diri atau Orientasi Terhadap Penghasilan/Uang












pengembanganpribadi/diri adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan identitas diri, mengembangkan bakat dan potensi serta membangun sumber daya manusia yang nantinya dapat memfasilitasi kinerja, meningkatkan kualitas dan taraf hidup serta dapat memberikan kontribusi dalam mewujudkan impian dan cita-cita. Dalam pengembangan diri tidak ada batasan yang pasti baik mulai dari konsep baik secara formal maupun non formal.
Sedangkan orientasi terhadap penghasilan/uang adalah sesuatu yang merujuk pada cara untuk menghasilkan uang dengan melaksanakan kegiatan atau program tertentu yang tujuannya hanyalah untuk memperbanyak atau menghasilkan sejumlah uang. Orientasi terhadap uang hanya memiliki satu tujuan yakni menghasilkan atau memperbanyak uang dengan tidak memperdulikan aspek lainnya.
Pengembangan diri berpengaruh pada banyak hal, salah satu hal terpenting adalah menjadikan diri lebih baik daripada sebelumnya, hal ini berlawanan dengan orientasi terhadap uang. Karena orientasi atau tujuan utamanya adalah menghasilkan uang, maka tidak ada perkembangan diri yang signifikan. Pelaksana dari kegiatan ini hanya berpacu kepada peraturan yang ada didalam buku atau penjelasan di internet mengenai bagaimana cara mudah dan cepat untuk mendapatkan uang. Tanpa sadar, orang-orang yang berada di jalan ini akan terus berada di titik itu tanpa pergi kemanapun. Saat jalan yang dijelaskan dalam buku tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, kita akan cenderung bingung karena tidak bisa mengambil tindakan inisiatif karena terlalu terpaku kepada peraturan baku yang sudah terbiasa mereka lakukan. Akhirnya, mau tidak mau saat keadaan tidak seperti yang mereka harapkan, mereka akan cenderung bingung dan berhenti disitu.
Hal lain yang menjadikan pengembangan diri harusnya lebih didahulukan mengingat semakin banyak kita mempelajari sesuatu akan menjadikan lebih banyak pilihan dan “jalan lain” yang bisa kita pilih untuk menyelesaikan sesuatu. Semakin banyak kita membaca, belajar dengan melihat orang lain, mendengarkan cerita orang lain dan, pengembangan diri dengan cara lainnya membuat kita berfikir lebih terbuka dan lebih besar daripada kebanyakan orang yang hanya belajar sedikit hal dan itu-itu saja. Banyak orang-orang besar dunia yang menginvestasikan uangnya untuk pengembangan dirinya sendiri dengan alasan jika suatu saat usaha atau pekerjaannya tumbang atau tertinggal dia bisa dengan mudah mengikuti arah pasar dan masih dapat bersaing karena bukan hanya bidang yang ia geluti yang dipahami dan diketahui seluk beluknya.
Orientasi terhadap uang terdengar sangat baik dan terfokus karena memiliki satu tujuan yang tetap dan ada peningkatan setiap waktu di bidang pendapatan. Seperti bisa diibaratkan bahwa jika saat ini bisa mendapatkan pemasukan sebesar 2 juta rupiah maka 10 tahun lagi pendapatan itu bisa berlipat menjadi 2 kali lipat atau 4 juta rupiah. Tapi pertimbangan tentang jatuhnya pasar yang dia geluti dan perubahan arah pasar acap kali kurang diperhatikan karena terfokus hanya pada naiknya karir dan pendapatan yang terus meningkat setiap beberapa tahun sekali. Namun menurut penulis sendiri orientasi terhadap uang memang fokus atau bisa disebut sangat terfokus sampai bisa diibaratkan melihat dari lubang kunci. Bisa melihat pada tujuan yang jelas tapi akhirnya gagal menyadari bahwa ada aspek lain yang perlu diperhatikan dan tanpa sadar mempengaruhi secara keseluruhan apa yang dilihat dari lubang kunci tersebut
Penulis percaya bahwa semakin banyak manusia mempelajari sesuatu dan menaikkan terus taraf dirinya. Maka, lama kelamaan pintu yang diibaratkan tadi akan terbuka sedikit demi sedikit. Mungkin nantinya pintu itu juga tidak bisa terbuka seluruhnya, tetapi selama manusia tersebut mau terus menerus belajar makan lama kelamaan manusia itu akan dapat melihat bahwa dunia memang sebesar itu dan dirinya hanyalah bagian kecil dari dirinya. Semua hal mulai terlihat terkait dan melihat mangsa pasar dan prediksi pasar kedepannya akan dapat diprediksi dengan mudah.
Bisa dibilang saat terlalu idealis dengan pengembangan dirinya manusia malah akhirnya lupa untuk berorientasi pada uang padahal hal itu juga diperlukan. Jadi, sebenarnya lebih bijak saat manusia bisa menyeimbangkan keduanya dengan pembagian masing-masing. Terlalu mengejar pengembangan diri tanpa memikirkan uang akan jatuh pada keegoisan bukan lagi sifat idealis sedangkan terlalu realistis dengan hanya memikirkan tentang uang juga masuk dalam sifat egois karena tidak akan ada perubahan pada diri dan hanya berhenti disitu tanpa pernah bergerak kemanapun.pada akhirnya pilihan terbijak adalah untuk berjalan beririan dengan batas-batas tertentu agar dari kedua hal tersebut tidak saling mengalahkan atau meniadakan.
Layaknya teman diskusi, dia bisa berjalan menuju ke pengembangan diri bila ditujukan untuk membicarakan sesuatu yang hanya sampai kata tanpa tindakan nyata. Dan menjadi penghasilan atau orientasi terhadap uang jika ada tindakan nyata dari apa yang dibicarakan dan nantinya akan mendapatkan pemasukan dari sana.
Akhir kata, bijaklah dalam menentukan pilihan. Perlu disadari memilih yang manapun memiliki untung rugi tersendiri. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk karena sejatinya saling mengisi dan menyempurnakan akan jadi lebih baik daripada saling menyalahkan dan meniadakan

Monday, July 8, 2019

Sajak Untuk Wati


Untuk salah satu wanita terhebat didunia yang pernah kukenal
Wanita yang mengajarkan banyak arti
Wanita yang memilih untuk bertindak bukannya hanya diam terinjak
Wanita yang mengajarkani bahwa seni bisa dinikmati seindah puisi
Bahwa hidup akan baik-baik saja, walaupun badanmu hancur lebur dan hatimu hampir kosong tanpa rasa cinta

Untuk engkau yang telah hilang
Terimakasih karena pernah jadi tempat pulang
Yang selalu menjadi cahaya terang
Meski engkau sendiri harus terkapar untuk datang
Untuk engkau yang pernah menjadi pusat semestaku
Yang datang dan menghilangkan segala ragu
Dan selalu sabar meyakinkanku untuk terus maju

Jika engkau sempat membaca curahan hatiku ini
Aku mengucapkan terimakasih yang sangat dalam karena pernah hadir dan memberi arti
Menjelaskan dengan cara paling tidak masuk akal dan meyakinkan dengan dasar nalar
Penjelasanmu yang kutangkap tanpa satupun kata, adalah bahwa kata tidak pernah menjelaskan apapun
Kata tidak pernah menjelaskan apapun, dia bisa sangat tidak bermakna dan kata hanya omong kosong belaka
Engkau menjelaskan dengan sangat detail dan mendasae bahkan tanpa satupun kalimat
Tanpa satupun kata, bahkan sebuah huruf pun tidak

Tapi, aku belajar banyak sekali darimu tanpa kamu sadari
Semua tindakanmu
Semua peranggaimu
Semua hal yang kamu lakukan cukup sudah untuk menjelaskan semuanya

Memang benar bahwa cinta memang perihal perbuatan
Kata-kata hanyalah omong kosong tanpa tindakan nyata
Kata hanya pemanis dan penghibur diri untuk meyakinkan diri bahwa semua akan indah

Aku sekarang benar-benar faham apa yang ingin engkau ajarkan
Perihal berbagai hal yang harusnya disyukuri
Apa-apa yang baiknya tidak untuk disesali
Namun, kalau hal ini adalah bayaran dari segala hal yang dapat kupelajari darimu
Aku rela untuk menukarkan segalanya untuk tetap bersamamu
Pergimu tidak pernah sebanding dengan segala pengajaranmu

Untukmu yang dulu sedekat nadi
Kamu harus tahu satu hal
Anggap saja sebagai tanda balas budiku
Kamu sangat berarti
Terimakasih
Aku pamit undur diri

Dariku yang telat menyadari bahwa selama ini aku mencintaimu dan baru menyadari semua rasa yang selama ini gagal kuartikan adalah rasa cinta. Aku mencintaimu, selalu.

Friday, July 5, 2019

MATAHARIKU

Aku mendorong pintu kelas perlahan-lahan sambil berharap aku akan menjadi orang yang datang pertama hari ini. Sial !!. padahal aku sudah berangkat cukup pagi hari ini, jam di depan kelas masih menunjukkan pukul 06.02, 28 menit lagi sebelum pelajaran pertama dimulai. Namun, dari sudut mataku aku menangkap sosokmu diujung ruang. Aku menggerutu dalam hati “apakah kamu tidak pernah pulang ?”
Dengan kesal aku menuju tempat dudukku yang tepat berada ditengah ruangan kelas. Kesalku yang pertama jelas karena aku lagi-lagi gagal datang pertama ke kelas, sedangkan kesalku yang kedua diakibatkan karena sudah seminggu ini aku masih tidak punya keberanian bertanya padamu apa yang menjadi alasanmu berubah drastis seperti ini. Kamu yang dulunya termasuk salah satu orang yang paling rapi malah terlihat sangat lusuh dan terlihat seperti tidak pernah mandi, rambutmu yang acak-acakan dan sudah tidak bisa disisir, sepertinya. Serta wajahmu yang muram serta tidak bersahabat. Teramat kontras dengan penampilanmu seminggu lalu yang gambarannya mulai hilang difikiranku karena perubahanmu seminggu ini.
Namun, aku tahu bahwa semua perubahan ini hanyalah pengekspresian luka yang teramat dalam. Aku sudah memantapkan hati dan mengumpulkan keberanian untuk sekedar bertanya perihal apa yang membebanimu seminggu ini. Tetapi entah kenapa lidahku selalu keluh saat berada didepan mejamu dan tatapan itu selalu membuatku ragu dan diam terpaku. Kau tidak lagi ramah seperti dulu. Aku selalu mengingatnya,  “ada apa ?” mu yang terdengar begitu berat dan penuh beban didalamnya. Andai saja saat itu aku cukup memperhatikan mungkin aku akan paham bahwa suaramu lebih terdengar seperti teriakan putus asa dari orang yang tiba-tiba seluruh dunianya gelap seketika.
Hari ini pelajaran seperti biasa, terasa sangat lambat dan menyiksa mengingat kemarin, sepanjang malam aku berusaha menyakinkan diri serta mengumpulkan seluruh keberanian yang tersisa dalam diriku untuk bertanya padamu. Dalam sela-sela pelajaran hari ini aku lebih banyak termenung, berusaha terus dan terus meyakinkan diri bahwa apapun resikonya aku akan bertanya padamu hari ini. “aku akan bertanya padamu saat bel istirahat berbunyi” kemantapan hati itu akhirnya kudapatkan
Akhirnya penyiksaan ini berakhir, bagaimana tidak bisa disebut penyiksaan jika setiap detik aku selalu berharap jam istirahat akhirnya mau mengalah dan berbunyi lebih cepat daripada biasanya. Tanpa pikir panjang aku langsung cepat-cepat pergi menuju mejamu disudut ruangan, mejamu terlihat kotor dan tak terawat. Namun, itu tidak sebanding jika dibandingkan dengan dirimu yang terlihat lebih tidak karuan. Lihatlah, bahkan semua orang akan setuju kalau aku berkata bahwa aku melihat “orang lain” yang berada didepanku. Wajahmu sangat kuyu dan layu seperti tumbuhan yang akan mati, rambutmu terlihat berantakan dan lebih parah daripada saat aku melihatnya dari jauh serta bajumu yang sepertinya tidak pernah dicuci. Sungguh mejamu jauh lebih beruntung daripada tubuhmu.
“bud” sapaku penuh ragu saat aku akhirnya sampai didepan mejamu tepat saat mata kita bertemu, kamu tidak merespon dan mengalihkan pandanganmu kearah lain. Kamu kembali sibuk dengan “dunia”mu. “kamu kenapa bud ?” tanyaku yang sangat lemah sampai mungkin akan kalah dengan suara kesiur angin. “kamu tidak akan pernah faham. Pergilah !!” katanya datar tanpa ekspresi.
“bagaimana aku bisa faham saat kamu tidak pernah mengatakannya ?”
Pergilah. Pergilah. PERGI SEPERTI YANG LAIN !!”
Entah kenapa hatiku ikut sakit melihatnya, bukan karena dia membentakku. Sungguh demi apapun bukan karena hal itu.
“apa maksudmu ?”
“Beliau pergi” Suara mulai melunak
“Beliau ?”
“Ayah pergi, pusat semestaku lenyap, tujuan hidupku sudah hilang dan sumber inspirasiku telah hilang menjadi debu-debu ingatan”
“kau bisa bercerita padaku bud, aku bisa merasakan kesedihanmu”
“Mengerti katamu ? kamu yang sejak dilahirkan sudah yatim piatu tahu apa ? TAHU APA HA !?!?”
Teman-teman yang masih berada dikelas mulai tertarik dan memperhatikan, dan tanpa sadar air mataku menetes. Bukan, bukan karena fakta menyakitkan itu, sungguh aku sudah berdamai dengan hal itu
“kau tahu bud, aku melihatmu seperti engkau melihat ayahmu”
Budi mulai menoleh padaku dan memperhatikan
“untuk beberapa hal, pergi terasa lebih mudah daripada tetap ada namun tidak menjadi dirinya lagi dan menjadi sesuatu yang berbeda. Aku tidak bilang bahwa kepergian ayahmu lebih baik namun sungguh lukaku jauh lebih dalam dan sedikit demi sedikit mengganga lebar. Melihatmu masih hidup namun seperti menjadi sesuatu yang baru, atau mayat hidup mungkin”
“sudahlah seli, jangan meneteskan air matamu, lukamu tak pernah sesakit lukaku”
Entah apa yang sudah langit gariskan, rasa sakit itu terasa semakin dalam dan tangisku semakin kencang sampai-sampai seluruh tubuhku bergetar
“hentikan semua tangismu !! cepat berhenti dan per. . . . .”
“TIDAK”
Budi sekarang yang mulai tampak binggu karena jawabanku
“kamu. . . . . .kamu. . . . . .kamu. . . . . . . . . .”
Aku kembali menangis dan tidak bisa melanjutkan kalimatku
“kamu tak ayal menjelma menjadi ayah bagiku, dengan hal yang sama persis seperti penjelasanmu tentang ayahmu. Dan ini harus kamu tahu walaupun ini menyakitkan untukmu. Sesungguhnya kepergian selamanya kadang lebih sederhana, karena siapapun dia sudah tidak ada didunia ini, hanya dari diri kita sendiri bagaimana kita akan mengingatnya dan menempatkannya dalam hati kita”
Aku berkata sambil menahan tangisku yang susah sekali dibendung
“tapi kamu bud, kamu !! semestaku. Masih ada didepanku tapi tidak ketemui lagi dan sudah tidak bisa kukenali. Bentuk dan rupamu yang menjadi matahariku selama ini, itu lebih menyakitkan bud. Sungguh sangat menyakitkan. Kehilangan sesuatu yang sejatinya masih ada”
Tangisku meledak saat aku menyelesaikan kalimatku dan berjalan kembali ke kursiku. Aku menangis sangat keras saat itu dan tenggelam dalam fikiranku sendiri. Yang tidak kutahu saat itu adalah Budi juga mulai tenggelam dalam fikirannya sendiri.